“Rick!! Tunggu!”
Ricky menoleh, lalu melanjutkan langkahnya. Aku mengejarnya dan menarik tangannya.
“Apa sih?”
“Kok kamu ga tunggu aku? Aku pengen pulang bareng kamu.”
“Maaf, aku buru-buru.”
“Buru-buru? Tiap hari juga buru-buru.”
“Maaf, Vel.”
“Ya udah! Terserah kamu!”
Aku pergi meninggalkan Ricky, berharap ia mengejarku. Tapi aku salah! Panggilan darinya pun tak kudengar.
***
“Hai, Vel, malam ini ada acara?” Aku sedang berbicara di telepon dengan selingkuhanku.
“Hm.. Nggak.”
“Ketemuan yuk di cafe. Mau?”
“Boleh.”
“Aku tunggu jam 7 ya. Bisa?”
“Ok. Bye, Ram..” Aku menutup telepon.
Namanya Rama. Aku mengenalnya lewat chatting. Dia baik, perhatian, dan tentu saja keren. Dia mencintaiku. Dia tahu aku sudah punya pacar tapi dia tetap ingin jadi pacarku. Kebetulan aku dan Ricky sudah agak menjauh, jadi tidak ada salahnya mencoba untuk selingkuh walau kutahu itu tidak baik. Siapa tahu saja suatu hari nanti Ricky akan memutuskan hubungannya denganku, aku masih punya pacar cadangan.
***
Sampai di cafe, kami memesan makanan dan kami makan sambil berbincang-bincang.
“Vel, aku senang bisa sedekat ini sama kamu. Gak terasa kita sudah jalan 3 bulan. Kamu senang?”
“Aku senang banget.”
“Vel, jujur aku pengen banget memiliki kamu seutuhnya.”
Aku terdiam.
“Aku tahu kamu ga mau putusin Ricky. Tapi sampai kapan pun aku akan tetap menunggumu.”
“Makasih ya, Ram, kamu mau nunggu aku.”
“Kamu lebih mencintai dia?”
“Aku juga tidak tahu. Yang kutahu, aku selalu merasa bahagia berada di dekat kamu. Kamu perhatian, romantis, dan selalu ada untukku. Jauh berbeda dengan Ricky.”
“Itu berarti kamu sudah bisa memilih, Vel.”
Aku tersenyum mantap walaupun dalam hati masih ada perasaan ragu.
***
“Ricky!”
Seperti biasa, dia hanya menoleh lalu melangkah pergi.
“Ricky!!” Aku menahan tangan kanannya.
“Apa sih, Vel?”
“Aku mau ngomong sama kamu.”
“Aku buru-buru, Vel.”
“Gak lama kok. Aku cuma mau bilang kalo aku minta putus!”
Dengan raut wajah tak percaya, Ricky menatapku. Lalu dengan cepat ia menarik tanganku ke salah satu bangku di lapangan parkir.
“Apa kamu bilang?”
“Aku minta putus, Ricky,” aku mengulang.
“Kenapa??”
“Kenapa? Bukannya itu yang kamu inginkan? Sudahlah! Aku tahu kamu ga cinta lagi sama aku. Setiap hari kamu ga pernah mau ada di dekat aku. Kamu selalu menghindar. Aku capai! Daripada aku sakit hati, lebih baik aku yang putusin kamu lebih dulu. Jadi kamu ga usah susah-susah lagi putusin aku. Sudah ya, aku buru-buru. Semoga kamu bahagia tanpa aku.”
Aku meninggalkan Ricky tanpa menunggu jawabannya. Sekarang hatiku lega bercampur sedih.
***
“Selamat ulang tahun, Sayang.”
“Makasih.”
“Udah siap pergi?”
“Yap!”
Hari ini aku berulang tahun. Rama mengajakku makan malam di sebuah restoran mahal dengan pemandangan laut yang indah. Rama memang sangat romantis, benar-benar tipe pria idamanku. Aku merasa beruntung telah memilihnya menjadi kekasihku.
“Sayang, aku senang kamu ajak aku makan di sini. Bagus banget pemandangannya.”
“Aku senang kalau kamu senang. Vel, makasih ya kamu mau jadi pacar aku sepenuhnya.”
“Aku yakin ini keputusan yang tepat.”
Rama tersenyum.
“Vel, aku ke WC dulu ya. Titip HP-ku.”
“OK.”
Rama pergi. Aku kembali menikmati pemandangan di sini. Benar-benar indah.
‘Rrrr….’
HP Rama bergetar. Aku mengambilnya lalu kulihat layar HP Rama. Tertulis di sana ‘Sayangku calling.’ Aku tercengang. Sayangku?? Sayangnya Rama kan cuma aku. Lalu siapa ini? Dengan hati berdebar-debar kuangkat telepon itu.
“Sayang, kamu di mana sih?” suara manis dan centil terdengar di telingaku.
“Kamu lagi jalan sama Veli ya?”
Kok dia tahu aku??
“Ha.. Halo,” aku memberanikan diri untuk mengeluarkan suara.
“Uups. Ini siapa?” jawabnya.
“Veli,” jawabku singkat.
“Oh, Veli. Maaf ya aku ganggu kamu.”
“Kamu siapa?”
“Aku.. Aku…”
“Ayo jawab! Kamu siapa?” aku sedikit membentak.
“Aku pacar Rama,” jawabnya. Bisa kudengar suaranya agak bergetar.
“Pacar? Aku pacarnya Rama!”
“Ehm.. Maaf ya, Vel, aku ga bermaksud menyakiti kamu. Tapi kurasa aku harus membuka semuanya sekarang.”
“Ada apa sih?”
“Aku jadian sama Rama udah hampir 3 bulan.”
“Hah? Jadi?”
“Aku benar-benar minta maaf.”
“Kamu tahu dia jalan sama aku?”
“Ya. Aku tahu.”
“Kenapa kamu ga marah?”
“Kenapa aku harus marah? Toh Rama cuma…. Oops..!”
“Cuma.. Cuma apa?”
“Cuma mainin kamu.”
“Kenapa???”
Aku mulai menangis.
“Karena kamu sangat polos. Kamu mudah dibohongi. Rama hanya ingin main-main. Dia tidak pernah serius sama kamu. Dia cuma menginginkan uangmu.”
“APA???!!”
“Maaf, Vel.”
Aku menutup telepon. Rama datang menghampiriku. Tanpa basa-basi aku berdiri lalu menamparnya dengan keras. Tidak peduli semua orang memperhatikan kami.
“Aku sudah tahu semua kebejadan kamu! Aku gak nyangka otak kamu bisa sekotor itu!! Kita putus!!”
Aku berlari pulang sambil menangis.
***
Sampai di rumah.
“Sayang, ini tadi ada titipan dari Ricky. Kamu lagi berantem ya?”
“Nggak kok. Makasih, Ma, aku ke kamar dulu.” Aku mengambil kado itu lalu menuju kamarku.
Kubuka kado itu. Sebuah kotak musik. Kubuka perlahan dan muncul sepasang pengantin sedang berdansa diiringi alunan piano. Benda yang sangat kuimpikan sejak 3 bulan yg lalu. Di bawahnya ada secarik kertas. Kubuka dan kubaca…
‘Happy Birthday. Ini kotak musik yang kamu idamkan. Aku ingin ini menjadi kado spesial untukmu. Aku hargai keputusanmu untuk berpisah denganku. Maaf sudah membuatmu sedih selama ini. Tapi perlu kamu tahu, aku kerja part time untuk membelikanmu hadiah ini. Karena itulah aku selalu buru-buru sepulang sekolah. Semoga kamu bahagia tanpaku.’
Aku menangis.
No comments:
Post a Comment